Asal Nama Pondok Al-Qohar

 

TASMIYAH (ASAL PENAMAAN) PONDOK AL-QOHAR

 

Mbah Abdul Qohar-Mbah Abdul Karim

Asal penamaan Pondok Al-Qohar adalah untuk menghormati jasa Mbah Abdul Qohar yang telah memberikan perhatian besar terhadap pendidikan dan perkembangan Agama untuk putra-putranya (termasuk KH. Khusni Tamrin, Pendiri Pondok Al-Qohar, yang menjadi putra bungsu). Hampir semua putra-putri beliau dipondokkan di berbagai Pondok Pesantren; Yang paling banyak di Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur; ada pula yang dipondokkan di Al-Muayyad Solo; dan ada yang di Pondok Al-Manshur Popongan, Klaten.

Nama Abdul Qohar adalah nama pemberian dari Mursyid beliau. Nama asli beliau sendiri adalah Abdul Karim, dan ini yang resmi tercatat di Catatan Sipil. Beliau juga memiliki “Jeneng Cilik” seperti kebiasaan orang Jawa saat itu, yakni _____. Beliau sangat aktif dalam dunia tarekat. Muwajahah beliau dengan mursyid berlangsung di Popongan dan Turusan.

 

Makna Asma’ul Husna “Al-Qahhar”

Dari nama “Al-Qohar” ini, penulis mencoba menggali pemaknaan dan muatan filosofisnya. Pada tahapan awal, tentu saja merujuk kepada Asma’ul Husna. Dalam kitab Al-Maqshad al-Asna fi Syarhi Ma’ani Asmaillah al-Husna yang ditulis Imam Abu Hamid al-Ghazali, dari kata “al-Qahhar” seperti dalam ayat al-Qur’an: وهو القاهر فوق عباده  atau سبحانه هوالله الواحد القاهر mengisyaratkan makna Allah Mahaperkasa, Maha Menguasai, Maha Menundukkan. Yang kemudian hikmah untuk diteladani manusia, adalah agar kita memiliki kemampuan menguasai atau menundukkan hawa nafsu sendiri.[1]

Imam Raghib al-Ashfihani dalam Mu’jam Mufradat li Alfadh al-Qur’an, dalam kata قهر, beliau menulis keterangan bahwa: القهر الغلبة والتذليل معًا ويستعمل في كل واحد منهما. Juga yang menarik dicatat, penggunaan kata al-Qahru dalam ayat واما اليتيم فلا تقهر. Yang maknanya, jangan membentak, jangan merendahkan martabat anak yatim, menghinakan, memaksanya; atau mengasuhkannya kepada orang yang berpotensi merendahkan anak tersebut.[2]

Bapak Tafsir Indonesia, M. Quraish Shihab, dalam buku beliau Asma’ al-Husna dalam Perspektif Al-Qur’an, menyebutkan bahwa nama القهار muncul sebanyak enam kali dalam al-Qur’an. Yang kesemuanya dirangkai dengan Asma’ Allah lainnya, yakni الواحد. Rangkaian ini kemudian banyak diambil hikmahnya oleh ulama untuk menunjukkan bahwa sifat penundukan ditonjolkan dalam rangka menjelaskan Ke-Esaan Allah. Allah yang Maha Menundukkan, menundukkan semua makhluknya dengan dua hal:

1.     dengan cara memaparkan bukti-bukti ke-Esa-anNya, dan

2.     dengan cara mengalahkan makhluk seluruhnya melalui pencabutan nyawa.

Bapak Quraish Shihab mencatat bahwa di dalam al-Qur’an juga ada penyebutan kata قاهر yang menjadi akar dari bentuk penyangatannya ((القهار. Ada muatan makna yang berbeda. Jika menggunakan kata قاهر bisa jadi digunakan oleh manusia yang sombong yang mengklaim mampu menguasai, mampu menundukkan. Seperti ucapan Fir’aun. Sedangkan kata القهار hanya digunakan untuk Allah. Yang pertama (قاهر) menunjukkan sifat penundukan tanpa isyarat adanya yang ditundukkan. Sedangkan yang kedua (القهار) menunjukkan sifat penundukan dan adanya yang ditundukkan. Ada sebuah ungkapan ketundukan sebagaimana berikut ini:

Aku diciptakan sebagaimana adanya, tidak diberi pilihan. Seandainya aku diberi, pastilah aku makhluk sempurna. Aku ingin tapi tidak diberi, dan aku diberi yang tak kuinginkan. Sungguh dangkal pengetahuanku tentang yang gaib.

 Kemudian beliau kutipkan doa dengan nuansa penghayatan ke-Maha Perkasa-an Allah:

الهي قهرت العوالم كلها عاليها وسافلها قاصيها  ودانيها. الهي امدني بقليل من دقائق اسمك القهار حتي تنقادلي نفسي وينهزم امامي الفجار وامنحني صولة علي نفسي لاصول بها علي ابليس وانجو من الشهوات. اللهم اجعلني ملاحظا لانوار اسمك القهار حتي لااغتر باي عظيم في الارض ولا قهار يا عظيم يا من يقهر كل عظيم وصلى الله على سيدنامحمد وعلى اله وصحبه وسلم

 

“Tuhanku, Engku telah menundukkan dan menjinakkan seluruh alam, yang tinggi maupun yang rendah, yang dekat maupun yang jauh. Anugerahilah aku sekelumit dari rahasia nama-Mu al-Qahhar, agar nafsuku tunduk dan kukendalikan, dan agar bertekuk di hadapanku seluruh penjahat. Ilahi, anugerahkanlah kepadaku kemampuan menguasai diriku, agar aku mampu menghadapi iblis dan selamat dari rayuan nafsu syahwat. Ya Allah, jadikanlah aku selalu memandang gemerlapan cahaya nama-Mu al Qahhar, sehingga aku tidak teperdaya dengan semua yang agung dan perkasa di bumi ini.”[3]

 

 

Al-Qahhar, Ayat Lima, Qaf Sepuluh, dan Asmaul Husna berinisial “Qaf”

Ada lima ayat yang di dalam tiap-tiap ayatnya ada sepuluh huruf "Qaf". Al-Baqarah Ayat 246; Surat Ali-Imran Ayat 181; Surat An-nisa Ayat 77; Surat Al-Maidah Ayat 27; dan Surat Ar-Ra'd Ayat 16. Kelima ayat dengan sepuluh Qaf tersebut kemudian disandingkan dengan penutup Asmaul Husna yang berinisial Qaf pula.[4]

 

أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ الَّهِ ۖقَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا ۖقَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ الَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا ۖفَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ ۗوَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ. (قدٍيْرٌ على ما يُريْد)

 


لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ ۘسَنَكْتُبُ مَا قَالُوا وَقَتْلَهُمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَنَقُولُ ذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ.(قَوٍيٌّ لا يَحْتَاجُ الى مُعٍيْن)

 


أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً ۚوَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ ۗقُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا. (قَهَّارٌ لِمَنْ طَغى وَعَصَى)

 

 

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖقَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ. (قُدُّوْسٌ يَهدِي منْ يَشاء)

 


قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ ۚقُلْ أَفَاتَّخَذْتُمْ مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ لَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ نَفْعًا وَلَا ضَرًّا ۚقُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِي الظُّلُمَاتُ وَالنُّورُ ۗأَمْ جَعَلُوا لِلَّهِ شُرَكَاءَ خَلَقُوا كَخَلْقِهِ فَتَشَابَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ ۚقُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ. (قَيُّوْمٌ يرزُقُ من يشاءُ القوة)

 

Tidak perlu selalu diasosiasikan dengan azimat atau wirid untuk suatu hal. Disini yang ingin diketengahkan adalah bagaimana teliti dan detailnya ulama Qur’an zaman dahulu sehingga menemukan fakta unik Qaf seperti ini. Sebagaimana uniknya dengan cara mereka menghubungannya dengan Asmaul Husna berinisial Qaf. Lalu dihubungkan dengan tafsir surat Qaf, dan sebagainya. Perhatian dan ketekunan terhadap al-Qur’an itulah tujuan tulisan ini. Jika tertarik untuk meneliti, penjelasan lebih lanjutnya bisa dirujuk dalam penjelasan Sayyid Muhamad Haqqi an-Nazili dalam kitab Khazinatul Asrar dalam باب اقوال الائمة والمشايخ في خواص الخمس الايات القرانية فى كل اية عشر قافات.

 


 



 

Qaf dan Optimalisasi Asmaul Husna

 

Abu al-Abbas Ahmad bin Ali al-Buni dalam kitab beliau, Mamba’u Ushu al-HIkmah, mengetengahkan energi suatu huruf dan kombinasi yang beragam dalam Asmaul Husna yang diharapkan menghasilkan energi positif. Analisa struktural seperti yang beliau terapkan pada Asma’: Qayyum, Qa’im, Qaadir, Qahhar, Qahir, Qowiy, Qadim, Quddus, Qarib, Qadiir.

 

Artikel ini sekali lagi tidak berpretensi kepada motivasi “perdukunan” tetapi memahami adanya nalar yang mengapresiasi struktur ilmu hingga level huruf dan energinya. Bukankah ini menarik? Karena berbicara pada level yang mendasari kata, kalimat, paragraph, wacana, hingga paradigma. Bukankah juga sering kita mendengar pula rahasia “Titik Ba’”? Maka disini penulis hadirkan informasi performatif, baik dalam anjuran melarapalkan atau menvisualkan dalam nuansa talismatic uses-nya.

 

 


 

 





 Memasuki Semesta “QAF”

 

Ahmad Shofi Muhyiddin dalam bukunya Rahasia Huruf Hija’iyyah, Membaca Huruf Arabiyyah dengan Kacamata Teosofi, merujuk pada penjelasan Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi dalam kitab al-Futuhat al-Makkiyyah, menuturkan dalam Bab Huruf Qaf: bahwa “Qaf” adalah nama lembah pegunungan kosmik yang pada puncaknya terdapat singgasana Tuhan. Menurut doktrin tradisional, Alam Jabarut Malakut terdiri dari tujuh lembah Pegunungan Kosmik Qaf: Lembah Pencarian (طلب), Lembah Cinta (عشق), Lembah Kekaguman (استغناء), Lembah Kefakiran (فقر), Lembah Ma’rifah (معرفة), dan Lembah Lebur (فناء).

 

Terdapat tangga-tangga menuju puncak Pegunungan kosmik Qaf. Yang pertama adalah القصد. Tekad bulat, kemantapan hati, hati yang selalu hudhur memasuki dimensi ihsan. Kedua, القومة. Ini adalah realisasi al-qashdu di atas, yang berarti bangun dari tidur. Bangun karena niat saja tidak cukup. Bangkit beraktifitas yan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Ketiga, القرب. Mendekat kepada Allah, baik dengan menunaikan semua yang fardhu, dalam bentuk menunaikan semua yang wajib dan meninggalkan semua yang haram; dan dengan disusuli amal-amal sunnah. Keempat adalah القدوس. Memasuki wilayah kesucian, kudus.[5]

 

 

Qaf dan Quthb

Menurut Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani qaddasallohu sirrah, Quthb adalah pusat daya-daya spiritual. Ia mengumpulkan semua maqam. Ia adalah kutub semesta lahiriah maupun semesta batiniah, yang semuanya berputar di sekelilingnya, seperti Ka’bah yang menjadi sumbu putaran thawaf. Setiap zaman hanya ada satu Quthb, dan semua wali berputar di sekelilingnya. Adapun Quthb sendiri ternamai dalam beberapa: Quthb, Quthb al-Bilad, Quthb al-Mutasharrif, Quthb al-Irsyad, Quthb al-Aqthab.[6]

 

 

Qaf sebagai Qalbu Muhammadiy dan Qur’an

 

Fakta “Qaf” menjadi lambang dua hal penting. “Qaf” sebagai “al-Qalbu al-Muhammadiy” yang disebut sebagai puncak Arsy ilahi, dunia fana’ dalam fana’. Dan kedua, “Qaf” sebagai “al-Qur’an”. Dalam bagian ini, terdapat fakta yang menarik, seperti yang telah diteliti oleh para pecinta dan pemerhati al-Qur’an, bahwa ada dua surat al-Qur’an yang dimulai dengan Huruf al-Muqaththa’ah dengan melibatkan huruf “Qaf”. Yang pertama, surat as-Syura dengan rumus dari salah satu fawatih as-suwar حم.عسق. Yang kedua, surat Qaf dengan pembuka surat ق. Uniknya, kedua surat tersebut, setelah diteliti, memiliki kandungan huruf Qaf sebanyak 57 kali. Yang jika ditambahkan, 57 + 57 menjadi angka 114 yang mana juga korelatif dengan jumlah surat di dalam al-Qur’an yang berjumlah 114 surat.[7]

 

 

Ayiko Musashi,

Tulung, 08 Februari 2021



[1] Abu Hamid al-Ghazali,  Al-Maqshad al-Asna fi Syarhi Ma’ani Asmaillah al-Husna, (Beirut: Al-Jaffan & Al-Jabi, tt) hlm. 81-82.

[2] Raghib al-Ashfihani, Mu’jam Mufradat li Alfazh al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2008), hlm. 862.

[3] M. Quraish Shihab, Asma’ al-Husna dalam Perspektif Al-Qur’an Buku Dua, (Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2008), hlm. 1-11

[4] Sayyid Muhamad Haqqi an-Nazili, Khazinatul Asrar, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah), hlm. 85-88. Lih. Juga Majmu’ Syarif (Semarang: Karya Thoha Putra), hlm. 57-61

[5] Ahmad Shofi Muhyiddin, Rahasia Huruf Hija’iyyah, Membaca Huruf Arabiyyah dengan Kacamata Teosofi, (Yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015), hlm. 332-349.

[6] Lebih lengkapnya silahkan merujuk Ahmad Shofi Muhyiddin, Rahasia Huruf Hija’iyyah, Membaca Huruf Arabiyyah dengan Kacamata Teosofi, (Yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015), hlm. 347.

[7] Ahmad Shofi Muhyiddin, Rahasia Huruf Hija’iyyah, Membaca Huruf Arabiyyah dengan Kacamata Teosofi, (Yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015), hlm. 336.

Komentar

Related stories