Ekspansi Pesantren


(serial ketiga dari tulisan Prof. Dr. Azyumardi Azra "Pesantren: Perubahan dan Kontinuitas") 

PONDOK ALQOHAR - NGAJI KITAB RAMADAN 2016 BERSAMA PAKDE BASHIR


Dengan demikian jelaslah bahwa pesantren bukan hanya mampu bertahan. Tetapi lebih dari itu, dengan penyesuaian, akomodasi dan konsesi yang diberikannya, pesantren pada giliranya juga mampu mengembangkan diri, dan bahkan kembali menempatkan diri pada posisi yang penting dalam sIstem pendidikan nasional Indonesia secara keseluruhan.

Secara fisik pesantren mengalami kemajuan yang cukup fenomenal. Berkat peningkatan ekonomi umat Islam, sekarang ini tidak sulit mencari pesantren-pesantren yang memiliki gedung- gedung dan fasilitas-fasilitas fisik lainnya yang cukup megah dan mentereng. Pesantren, dengan demikian, tidak lagi bisa sepenuhnya diasosiasikan dengan fasilitas fisik seadanya, dengan asrama yang penuh sesat dan tidak higienis, misalnya.

Ekpansi pesantren juga biasa dilihat dari pertumbuhan pesantren yang semula hanya rulal based institution kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan urban. Lihatlah kemunculan sejumlah pesantren kota seperti di Jakarta, Bandung, Medan, Pekanbaru, Yogyakarta, Malang, Semarang, Ujungpandang, atau wilayah sub-urban Jakarta seperti parung atau cilangkap. Seperti dikemukakan Zamakhszari Dhofier, di antara pesantren perkotaan yang muncul pada 1980-an adaiah pesantren Darun Najah dan Ashidiqiyah di Jakarta; pesantren Nurul Hakim, Al-kautsar, Darul Arofah di Medan, dan Darul Hikmah di Pekan Baru.

Dengan demikian, pesantren tidak lagi identik dengan kelembagaan pendidikan Islam yang khas jawa; tetapi juga diadopsi oleh wilayah-wilayah lain. Istilah “pesantren “ itu sendiri telah cukup lama digunakan misalnya di Sulawesi, atau Kalimantan. Belakangan istilah “pesantren “ juga diadopsi di Sumatra Barat untuk menggantikan nama kelembagaan pendidikan Islam tradisional lainya, yakni  “surau”  yang terlanjur mengandung  konotasi peyoratif. Sahingga sekarang di Pasar Using, sebuah wilayah sub- urban kota Padang, Sumatra Barat, muncul sebuah pesantren yang bernama “Pesantern Modern Prof. Dr. Hamka .“

Tak kurang pentingnya dalam pembicaraan “ekspasio” pesantren adalah pengadopsian aspek-aspek tertentu sistem pesantren oleh lembaga pendidikan umum. Sebagai contoh adalah pengadopsian sistem pengasramaan murid SMU “unggulan” yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir, walau dengan menggunakan istilah inggris, ”boarding school”, seperti  yang dilakukan SMU Madaniya di Parung. Kalau kita perhatikan, sistem “boarding” sebenarnya merupakan salah satu karateristik dasar sistem pendidikan pesantren, yang dikenal sebagai sistem santri mukim. Persoalan tentang apakah “boarding system” pada sekolah unggulan seperti Madaniya itu akan berhasil atau tidak, tentu saja merupakan persoalan lain yang memerlukan kajian tersendiri.



~ diketik ulang oleh Wasiti dan Rina Utami dari buku Cak Nur Kholis Madjid, "Bilik-Bilik Pesantren"

Komentar

Related stories